Busana Khas Lamongan (BKL) tampil gagah dan berwibawa pada panggung Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2025, Selasa (16/12) di Ciputra Artpreneur, Jakarta, malam lalu.
Busana tersebut dikenakan oleh Diaz Nawaksara sebagai delegasi Kabupaten Lamongan, saat menerima Anugerah Kebudayaan Indonesia Tahun 2025 pada kategori Pelopor dan Pembaharu, atas dedikasinya dalam membaca, menulis, serta mendigitalisasi berbagai aksara kuno Nusantara.
Hal tersebut tidak hanya sebagai simbol identitas budaya daerah, melainkan juga mengangkat dan memperkenalkan busana khas daerah di hadapan publik dalam ajang kebudayaan berskala Nasional.
Selaku pengusul, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lamongan diwakili Kepala Bidang Kebudayaan, Purnomo turut hadir, sekaligus menjadi bentuk dukungan langsung pemerintah daerah terhadap kiprah pelaku kebudayaan Lamongan di tingkat nasional.
"Kami merasa bangga dan memberikan apresiasi atas tampilnya Busana Khas Lamongan dalam ajang anugerah kebudayaan nasional. Dan tentunya bangga akan kiprah Mas Diaz sebagai pelopor budaya nusantara layak menerima Anugerah Kebudayaan Indonesia 2025. Bisa disaksikan rekam jejaknya sangat nyata di tengah masyarakat dan komunitas, baik di Lamongan maupun di tingkat nasional," tutur Purnomo.
Putra Lamongan yang berdomisili di Desa Dagan, Kecamatan Solokuro. Menjadi delegasi Kabupaten Lamongan karena dedikasinya dalam pemajuan kebudayaan, khususnya melalui kerja-kerja literasi aksara tradisional dan sejarah lokal Lamongan.
Dalam kiprahnya, Diaz Nawaksara yang merupakan Ketua Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (LESBUMI) Lamongan aktif mendampingi komunitas budaya dan sejarah di Lamongan serta berbagai komunitas literasi, khususnya dalam penguatan literasi aksara Nusantara, manuskrip, dan sejarah lokal. Kontribusi tersebut diperkuat melalui produk-produk digitalisasi berupa aplikasi atau laman website sebagai sarana pendukung literasi bagi generasi muda yang akrab dengan perangkat digital.
Upaya digitalisasi aksara yang dilakukan Diaz bukan sekedar dokumentasi, melainkan sebagai sarana pemajuan literasi dan penguatan identitas kebudayaan. Melalui pendekatan komunitas dan pemanfaatan teknologi, sumber-sumber pengetahuan yang diwariskan dari masa lalu diharapkan tetap hidup dan relevan lintas sebagai bagian dari kebudayaan nasional.
Penghargaan Anugerah Kebudayaan Indonesia 2025 ini melengkapi capaian sebelumnya. Pada tahun 2024, Diaz Nawaksara juga menerima Apresiasi sebagai Insan Pancasila dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Republik Indonesia, atas upayanya melestarikan beragam aksara Nusantara sebagai simbol persatuan, kebhinekaan, dan identitas bangsa Indonesia.
Melalui penghargaan ini, diharapkan kerja-kerja pelestarian aksara Nusantara semakin memperoleh ruang, dukungan, dan perhatian yang lebih luas, khususnya di Kabupaten Lamongan.